
Sejarah Pondok
Secara konstitusional, Pondok Pesantren Thohir Yasin resmi berdiri pada tahun 1991 dengan Akta Notaris Syekh Alkaf Nomor 73 Tanggal 5 Agustus 1991. Namun demikian, secara eksistensial, Pondok Pesantren Thohir Yasin telah mulai beroperasi sejak tahun 1983 melalui kegiatan Diniyah Taklimiah yang diadakan di bangunan sekolah negeri terdekat. Orientasi pendidikan ini menjadi asas berdirinya Pondok Pesantren Thohir Yasin yang melekat dengan sosial masyarakat. Kenyataan ini pada kelanjutannya mengorbitkan Thohir Yasin dalam jaring psikologis masyarakat yang mengakar kuat.
Pondok Pesantren Thohir Yasin didirikan oleh tokoh tokoh agama yang ada di desa Lendang Nangka yang dipimpin oleh TGH. Ismail Thohir (Ghafar Ismail, 2012: 8). Pada awal berdirinya, pondok pesantren Thohir Yasin mengalami berbagai rintangan berupa tekanan politik dan sosial. Secara politik, para aktor berdirinya ponpes Thohir Yasin mendapatkan tekanan dari pemerintah orde baru karena adanya tuduhan sepihak dari beberapa golongan bahwa Thohir Yasin merupakan organisasi yang bergerak menentang pemerintahan (Aslah, wawancara, 12/02/2019). Sementara secara sosial tekanan dilakukan oleh kalangan keluarga kerajaan (Lalu) yang merasa peran sosialnya diambil dan dilangkahi oleh pergerakan TGH. Ismail Thohir beserta tokoh-tokoh lainnya.
Sungguhpun rintangan politik dan sosial menjadi warna yang selalu memenuhi jalur perjuangan berdirinya pondok pesantren Thohir Yasin, namun semangat dari para pejuang yang luar biasa, menjadikan rintangan tersebut bukanlah soal. Eksistensi Thohir Yasin semakin hari, semakin menunjukkan taringnya, bahkan dari sekian orang yang awalnya tidak menyukai keberadaan pondok pesantren, pada akhirnya menjadi pecinta bahkan menjadi loyal terhadap pondok pesantren.
Loyalitas masyarakat ini juga dipengaruhi oleh kesadaran mereka untuk menimba ilmu agama. Hal ini menemukan relevansinya mengingat Thohir Yasin adalah organisasi yang bergerak dalam bidang keagamaan yang menyiapkan mereka bekal untuk hal itu. Thohir Yasin dalam konteks pendidikan tidak hanya berdiri sebagai lembaga pendidikan formal yang hanya menangani peserta didik dari kalangan anak-anak maupun remaja. Lebih dari itu, juga membuka kesempatan kepada para orang tua dari kalangan masyarakat untuk memperoleh pengetahuan agama melalui majlis pondok yang rutin dibuka untuk umum pada waktu selepas subuh.
Banyak hal yang mempengaruhi sikap masyarakat terhadap lembaga ini, selain karena orientasi pendidikan Islamnya, juga karena prinsip keorganisasian yang diusung. Prinsip yang selalu dipegang oleh Thohir Yasin adalah “Tidak kemana-mana tetapi ada di mana-mana”. Prinsip ini memiliki ruh netralitas yang total, baik dalam sikap keagamaan, sosial dan politik. Tujuan dari ditancapkannya prinsip ini adalah untuk menegaskan posisi Thohir Yasin dalam arus ideologi keagamaan maupun politik yang dengan berbagai konsekuensi telah melahirkan ruang-ruang perpecahan dalam bangunan sosial keagamaan kita. Dalam hal keagamaan, prinsip ini menunjukkan sikap tidak fanatik terhadap ajaran tertentu, sehingga semua aliran keagamaan boleh bernaung di lembaga ini.
Secara politik, prinsip tidak ‘kemana-mana tetapi ada di mana-mana’ adalah suatu sikap netralitas dalam hal berpolitik. Hal ini terlihat ketika musim pilkada tiba, ataupun pemilihan umum negara. Pada momen-momen tersebut Thohir Yasin selalu berusaha mewujudkan wajah netralnya dengan mengundang semua kandidat partai politik untuk duduk bareng membicarakan Indonesia dan agama. Cara tersebut sangat ampuh untuk meredam gejolak politik yang sering kali muncul terutama di musim-musim pemilihan umum. Dengan demikian, prinsip organisasi Thohir Yasin ini bisa menjadi oase dalam keringnya sikap inklusif beberapa kelompok muslim dalam hal afiliasi partai politik yang telah melahirkan sikap-sikap egois dan intoleran sehingga melahirkan berbagai gejolak sosial di sekitar kita.
Hingga saat ini, pendidikan di Thohir Yasin telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Terhitung ada 6 lembaga formal yang bernaung di bawahnya: TK Islam, MI, MTs Banin, MTs Banat, MA Banin, MA Banat. Selain itu juga ada lembaga non formal yakni Madrasah Diniyah Salaf Modern (MDSM), yakni lembaga yang khusus menangani santri yang mondok di asrama. Belakangan, dengan pekembangan konstitusi negara, Thohir Yasin telah membuka Diniyah Formal untuk merespon lahirnya Undang-Undang Pesantren. Akhirnya lembaga pendidikan di lembaga ini terus melesak seiring waktu.